Sebagai manusia yang di ciptakan Allah dengan akal yang sempurna,
maka manusia pun melakukan konsumsi setiap hari, adapun Konsumsi dalam ekonomi
islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan
kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan
konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan
pada Syariah Islam
Falah adalah kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan
akhirat. Falah dapat terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan hidup manusia
terpenuhi secara seimbang.Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan
dampak yang disebut mashlahah. Mashlahah adalah segela bentuk keadaan, baik
material maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai
makhluk yang paling mulia.
Kandungan mashlahah terdiri atas manfaat dan berkah. Dalam
konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang
dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen akan merasakan adanya manfaat
dalam konsumsi ketika kebutuhannya terpenuhi. Berkah akan diperoleh ketika ia
mengkonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh syariat islam.
Mashlahah yang diterima oleh seorang konsumen ketika mengkonsumsi
barang dapat berbentuk salah satu diantara hal-hal sebagai berikut :
a. Manfaat
material, yaitu diperolehnya tambahan harta bagi konsumen berupa harga yang
murah, diskon, kecilnya biaya, dsb.
b. Manfaat
fisik dan psikis, yaitu terpenuhinya kebutuhan baik fisik maupun psikis
terpenuhinya kebutuhan akal manusia
c. Manfaat
intelektual, yaitu terpenuhinya kebutuhan informasi, pengetahuan, ketrampilan,
dll .
d. Manfaat
lingkungan, yaitu manfaat yang bisa dirasakan selain pembeli misalnya, mobil
mini bus akan dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak orang jika dibandingkan
dengan mobil sedan.
e. Manfaat
jangka panjang, yaitu terpeliharanya manfaat untuk generasi yang akan datang,
misalnya hutan tidak dirusak habis untuk kepentingan generasi penerus.
Disamping itu kegiatan konsumsi akan membawa berkah bagi konsumen
jika :
a. Barang
yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram
b. Barang
yang dikonsumsi tidak secara berlebihan
c. Barang
yang dikonsumsi didasari oleh niat untuk mendapatkan ridho Allah
Konsep maslahah, memiliki makna yang lebih luas dari sekadar
utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah
merupakan tujuan hukum syara' yang paling utama. Menurut Imam Ghazali, maslahah
adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan
tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Ada lima elemen dasar
maslahah, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al
mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan
(al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya
kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut
maslahah.
A. Dasar Hukum Konsumsi Islam
a. Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an yang menjadi dasar hokum konsumsi adalah surat
Al-A’raaf ayat 31 yang artinya: “….makan
dan minumlah,namun janganlah berlebih-lebih,sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.”Dalam ayat tersebut jelah bahwa Allah
memerintahkan kita untuk makan dan minum. Namun dalam melakukan konsumsi islam
melarang untuk bersikap berlebihan, karana sesuatu yang berlebihan itu tidak
baik.
b. As-Sunnah
Dari Abu Said Al-chodry berkata; “ketika kami bepergian bersama
Nabi SAW, mendadak dating seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan dan
kekiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka, Nabi bersabda; “siapa
yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak mempunyai
kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan kepada
orang yang tak berbekal.” Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis
kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih
dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim). Dari hadits tersebut dapat disimpulkan
bahwa kita boleh melakukan konsumsi, namun tidak boleh lebih dari apa yang kita
butuhkan. Dan kita harus berbagi dengan orang lain yang tak punya.
c. Ijtihad para Ahli
Fiqh
Ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit
banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat.
B. Prinsip Konsumsi Dalam
Islam
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan materi
yang luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energy manusia dalam mengejar
cita-cita spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah
telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern
dunia barat sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan
batin, namun rupanya mengalihkan tekanan kea rah perbaikan kondisi-kondisi
kehidupan material. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dikendalikan oleh lima
prinsip dasar, antara lain;
1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari
reaeki secara halal dan tidak dilarang hokum. Dalam soal makanan dan minuman,
yang dilarang adalah darah,daging binatang yang telah mati sendiri,daging babi
dan daging binatang yang ketika disembelih tidak disebutkan nama selain Allah,
seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surat Albaqarah ayat 173. Tiga golongan
pertama yang dilarang karena hewan-hewan itu berbahaya bagi tubuh, sebab yang
berbahaya bagi tubuh juga berbahaya bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan
dengan segala sesuatu yang langsung membahyakan moral dan spiritual, karena
seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Allah. Kelonggaran diberikan kepada
orang-orang yang terpaksa dan bagi orang-orang yang pada suatu ketika tidak
mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu
sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhan saat itu juga.
2. Prinsip Kebersihan
Syarat yang ke dua ini tercantum dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah
tentang makanan. Makanan yang akan dikonsumsi haruslah baik dan cocok untuk
dimakan, yang berarti tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam
semua keadaan.
Prinsip ini memiliki manfaat bagi kesehatan, karena bila semua
orang menerapkan prinsip ini denga baik maka akan kecil kemungkinan tubuhnya
terkena penyakit. Dengan makan makanan yang bersih badan akan menjadi sehat dan
tentunya akan tumbuh jiwa yang kuat. Dengan tubuh dan jiwa yang kuat tentunya
orang muslim tidak akan terhalang dalam melakukan ibadah sehari-hari. Selain
itu kebersihan juga merupakan sebagian dari iman.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia dalam melakukan konsumsi.
Dalam prinsip ini diajarkan bahwa tidak baik bila seseorang itu berlebihan.
Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 87, yang artinya;
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas”. Arti
penting dalam ayat ini adalah kurang maka adalah dapat mempengaruhi pembangunan
jiwa dan tubuh, demikian juga bila perut diisi secara berlebihan tentu akan ada
pengaruhnya bagi perut. Maka hendaklah orang-orang muslim hidup sederhana saja.
Baik itu dalam makanan ataupun dalam belanja sehari-hari. Karena dengan hidup
sederhana tidak akan menjadikan seseorang bersikap sombong terhadap yang lain.
Hendaklah kebutuhan hidup dipenuhi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, yang
berarti tidak membelanjakan harta untuk barang-barang yang tidak perlu.
4. Prinsip Kemurahan
Hati
Dengan menaati perintah
Islam yang tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan
halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hatinya. Selama maksudnya adalah
untuk kelangsungan hidup dan dan kesehatan yang lebih baik, dengan tujuan untuk
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya.
Kemurahan hati Allah tercermin dari Qs.Almaidah ayat 93, yang artinya;
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam perjalanan, dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.
Dan bertakwalah kepada Allah yang kepadaNya lah kamu akan dikumpulkan. Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa,
hendaknya seseorang senantiasa bersyukur atas kemmurahan hati Allah. Karena
dengan kemurahannya kita dapat makan dan minum makanan yang lezat, dimana itu
merupakan kebutuhan pokok dalam hidup. Dan dengan prinsip ini tidak akan
menjadikan manusia lupa bahwa semua kenikmatan yang didapat adalah berasal dari
Allah karena kemurahan hati-Nya.
5. Prinsip Moralitas
Prinsip ini menekankan pada tujuan akhir dalam konsumsi, yaitu
bukan hanya sekedar terpenuhinya kebutuhan tubuh, melainkan untuk peningkatan
nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama
Allah sebelum makan, dan berterimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan
demikian ia akan measakan kehadiran Tuhan pada waktu memenuhi
keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini sangat penting karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang seimbang.
C. Fungsi Kesejahteraan,
Maximizer, dan Utilitas oleh Imam Al-Ghazali
Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, Imam Al-Ghazali
mengelompokkan dan mengidentifikasikan semua masalah baik yang berupa masalih
(utilitas, manfaat) maupun mafasid (disutilits, kerusakan) dalam meningkatkan
kesejahteraan sosial. Selanjutnya ia mengidentifikasikan fungsi sosial dalam
kerangka hierarki kebutuhan individu dan sosial. Menurut Al-Ghazali,
kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat teragantung kepada pencarian dan
pemeliharaan lima tujuan dasar yaitu: agama, hidup atau jiwa, keluarga atau
keturunan, harta atu kekayaan dan intelek atau akal. Kunci pemeliharaan dari
kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu
kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Ghazali
menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan
dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat
mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis.
Kelompok kedua
terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi
tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam
hidup. Kelompok ketiga mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh
dari sekedar kenyamanan saja, meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau
menghiasi hidup.
Ghazali tidak
hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga
kebutuhannya untuk persiapan di masa depan. Namun demikian, ia memperingatkan
bahwa jika semangat selalu ingin lebih ini menjurus kepada keserakahan dan
pengejaran nafsu pribadi maka hal itu pantas dikutuk. Hal inilah yang membuat
orang memandang kekayaan sebagai ujian terbesar.
Demikian Teori Konsumsi Islam, Teori Konsumsi Dalam Islam, Teori Konsumsi Ekonomi Islam, Konsumsi Menurut Syariat, Konsumsi Ekonomi Islam, Konsumsi Dalam Islam, Konsumsi Ekonomi Islam, Konsumsi dalam Ekonomi Islam.
0 komentar:
Posting Komentar