Home » » Perbedaan Bunga (Riba) dan Bagi Hasil

Perbedaan Bunga (Riba) dan Bagi Hasil

Written By Unknown on Jumat, 16 Desember 2016 | 03.23

Banyak diantara kalian yang bertanya bagaimana sih perbedaan riba dan bagi hasil?
Riba itu sendiri hukumnya haram, tapi bagi hasil itu di perbolehkan oleh syariat, lalu perbedaanya dimana?
Bunga adalah imbalan atas jasa pinjaman uang yang besarnya merupakan persentase pokok utang dalam suatu periode tertentu. Sementara bagi hasil adalah suatu skema pembiayaan alternatif yang karakteristiknya sangat berbeda dibanding sistem bunga. Sesuai namanya, bagi hasil merupakan skema pembagian berdasarkan rasio tertentu atas keuntungan (hasil) usaha yang dibiayai oleh kredit atau pembiayaan.

A. Perbedaan-Perbedaan Bagi Hasil dan Riba

1. Terletak di Akad
Maksud Perbedaan pertama terletak di akad yaitu karena jelas ke dua sistem ini perbedaan yang paling mendasarnya adalah di akad, Pada sistem bunga, penentuan besarnya bunga telah ditetapkan sejak awal tanpa mempedulikan keuntungan dan kerugian yang dialami pihak peminjam maupun nasabah. Sehingga besarnya bunga sejak awal sudah diketahui berapa yang harus dibayarkan.

Umpamanya A mempunyai piutang pada si B yang akan dibayar pada suatu waktu. Ketika telah jatuh tempo, si A berkata kepada si B, “engkau melunasi utangmu atau aku beri tempo waktu dengan uang tambahan”. Jika si B tidak melunasi utangnya pada waktunya, si A meminta uang tambahan dan memberi tempo lagi. Begitulah hingga akhirnya, dalam beberapa waktu, utang si B menumpuk berkali-kali lipat dari utang awalnya.
Di antara bentuk lain riba jahiliyah ialah si A meminjamkan uang sebesar Rp 100.000,- kepada si B hingga waktu tertentu dan si B harus mengembalikan hutangnya plus uang tambahan (riba) sebesar Rp. 180.000,-.

Akan tetapi Bagi Hasil Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Resiko Kerugian

dalam sistem bunga, jika terjadi kerugian, maka kerugian itu hanya ditanggung si peminjam (debitur) saja, berdasarkan pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan,

sedangkan pada sistem bagi hasil, jika terjadi kerugian, maka hal itu ditanggung bersama oleh pemilik modal dan peminjam. Pihak perbankan syariah menanggung kerugian tenaga, waktu dan pikiran.

3. Keuntungan Dari Pendapatan

Jumlah pembayaran pada sistem bunga kepada nasabah (penabung) bersifat tetap, artinya tidak meningkat sekalipun bank mengalami peningkatan pendapatan, karena persentase bunga sudah ditetapkan secara pasti tanpa bergantung pada untung rugi.

Sementara pada sistem bagi hasil, besarnya pembagian keuntungan yang diterima nasabah (pemilik dana) akan meningkat apabila bank juga mengalami peningkatan pendapatan. Jadi disesuaikan pula dengan peningkatan besarnya keuntungan yang diperoleh pihak bank syariah.

4. Riba di Larang Agama tapi Bagi Hasil tidak

Perlu Anda ketahui bahwa larangan untuk memakan harta riba sebenarnya terdapat pada semua agama samawi.

Bunga (riba) dilarang dengan tegas dalam agama Islam, bahkan juga dilarang dalam agama Yahudi maupun Nasrani.

“Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, jangan kamu bersikap seperti orang yang menghutangkan, jangan kamu meminta keuntungan untuk hartamu (Kitab Keluaran Perjanjian Lama, Ayat 25 pasal 22).

“Jika saudaramu membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah, jangan kau meminta dirinya keuntungan dan manfaat” (Kitab Imamat ayat 35 pasal 25).

“Jika kamu meminjamkan kepada orang, yang kamu mengharapkan bayaran darinya, maka kelebihan apa yang diberikan olehmu. Tetepi lakukanlah kebaikan-kebaikan dan pinjamkanlah tanpa mengharapakan pengembaliannya. Dengan begitu pahalamu melimpah ruah. (Injil Lukas, ayat 34, 35 pasal 6).

Berdasarkan nash ini, para gerejawan sepakat mengharamkan riba secara total. Scubar mengatakan, “Sesungguhnya orang yang mengatakan riba bukan maksiat, ia di hitung sebagai orang atheis yang keluar dari agama”. Sementara itu, Paus Pius berkata, “ Sesungguhnya para pemakan riba, mereka kehilangan harga diri dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikafankan setelah mereka mati”.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an larangan Riba terdapat pada ayat Al-Baqarah 275-279 

 

275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.

Sebab Turunya Ayat
Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah, Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah)

Penjelasan Ayat
Ayat ini adalah sebuah perintah, tetapi perintahnya adalah  untuk  meninggalkan.  Di  dalam  ushul  fiqih  larangan  terhadap sesuatu  adalah  berarti  perintah  untuk  berhenti  mengerjakan  sesuatu tersebut.  Dalam  hal  ini  larangan  untuk  mengerjakan  riba  berarti perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.

Di  dalam  Hadits  bahkan  ada  beberapa  orang  yang  terkait dengan  orang  yang  bertransaksi  riba  ini  akan  mendapat  laknat  dari Allah SWT, yaitu:

عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه مسلم)

Dari  Jabir  r.a  berkata:  Rasulullah  SAW  melaknat pemakan  riba,  orang  yang  mewakili  riba,  penulis  riba,  dan  2  orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda: mereka adalah sama.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba adalah jika  dilakukan  dengan  berlipat  ganda  sebagaimana  ayat  di  atas  yang menyebutkan  larangan  untuk  tidak  memakan  riba  dengan  berlipat ganda.    Menjawab    hal    tersebut    bahwa    sesungguhnya    lafadz  أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً  adalah  bukan  menunjukkan  bahwa  larangan  ini berlaku hanya kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi  ayat  ini  hanya  menggambarkan  bahwa  keadaan  ketika  ayat tersebut  diturunkan  bahwa  masyarakat  Arab  ketika  itu  benar-benar melakukan  perbuatan  tercela  dengan  mengambil  riba  yang  berlipat ganda.  Turunnya  ayat  ini  adalah  fase  ketika  dari  turunnya  larangan riba  yang  secara  bertahap.  Artinya  larangan  sampai  fase  yang  ketiga ini  hanya  bersifat  larangan  terbatas  (juz’i),  akan  tetapi  selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara  jelas disebutkan  bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil keuntungan  dengan  riba  itu  yang  berlipat  ganda  maupun  yang  tidak berlipat  ganda.  Seperti  pengharaman  khomar,  bahwa  khomar  sedikit maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar  yang  merupakan  salah  satu  budaya  dari  masyarakat  Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya masyarakat Arab yang sangat  kuat,  oleh  karena  itu  Allah  SWT  dalam  pengharaman  riba menurunkannya  secara  bertahap  sama  seperti  pengharaman  khomar yang juga bertahap.

Ada satu kaedah fiqh yang terkait dengan hukum riba, yaitu :

اذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنساء واذا اختلف الجنسان حل التفاضل دون النساء

Jika sama bentuk kedua barang maka haram (riba fadl dan nasi’ah) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap haram riba nasiah.

Dalam kaedah ini dijelaskan bahwa riba yang sama haram  untuk  berbeda,  antara  gandum  dengan  gandum  haram  untuk ditukar dalam jumlah yang berbeda.

Selanjutnyaapakah transaksi ribawi akan merusak akad/ perjanjian jual-beli?  Berdasarkan kaedah   ushul fiqih terdapat perbedaan di kalangan ulama, yaitu:

Bahwasanya larangan terhadap perkara muamalah akan menyebabkan rusaknya aqad muamalah tersebut. Artinya akad jual beli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di dalamnya.

النهى يضتضى الفساد فى المنهى عنه فى المعاملات

Demikian Pengertian singkat tentang Perbedaan Bunga (Riba) dan Bagi Hasil.
Apabila ada kata-kata yang salah saya mohon maaf, dan apabila ada yang di pertanyakan seputar riba bisa di pertanyakan di kolom komentar. 

Share this article :

30 komentar:

  1. sangat bermanfaat nih. buat pengetahuan tentang agama.

    BalasHapus
  2. Matap gan artikelnya, saya mau nanya kalo berjualan ngambil untungnya bagai mana ya...makasih gan

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi kalo berjualan ngambil untungnya itu di perbolehkan gan, bahkan ngambil untung sebanyak-banyaknya itu di perbolehkan. karena rosul sendiri pun profesinya pernah jualan.

      Hapus
  3. Riba memang sangat diharamkan gan karena hanya uang saja sebagai medianya beda dengan menjual barang atau credit barang karena hanya mengambil keuntungan dari harga jual barangnya. Mohon dikoreksi kalau salah.

    BalasHapus
  4. keren artikelnya
    tertata rapi dan jelas sekali

    BalasHapus
  5. wah bermanafaat buat panduan ane nanti buat buka usaha nanti. thanks gan. ijin share ya

    BalasHapus
  6. Artikelnya sangat bermanfaat gan, menambah wawasan saya mengenai jual beli ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, jual beli dengan mendapatkan keuntungan sebesar besarnya boleh gan, yang penting jangan riba

      Hapus
  7. Wah berarti kita sudah kena dosa riba dong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergantung gan, kalo kita melakukan perbuatan riba ya jelas mendapatkan dosa, tapi kalau kita enggk melakukan riba ya jelas kita enggak dapet dosa.

      Hapus
  8. wah bagus nih gan infonya sangat membantu dan bermanfaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, jadi mulai sekarang tahu ya perbedaanya riba dengan begi hasil? Ya semoga kita terhindar dari bisikan sayton yang selalu berusaha menyesatkan manusia

      Hapus
  9. tanya gan..
    jika saya meminjam uang pada teman untuk modal usaha misalkan 1 jt dengan perjanjian tiap bulan saya memberikan komisi misal 50 rb/bulan sampai saya bisa mengembalikan uang 1 jt tersebut.

    itu termasuk riba atau bagi hasil gan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang saya pahami dari pertanyaan kamu ini, enggk masuk ke riba dan enggak masuk ke bagi hasil, karena kamu kan bayar 50 perbulan itu di itung nyicil. kalau ada yang kurang puas bisa di tanyakan di bawah.

      Hapus
  10. Bermanfaat gan, artikelnya ditulis rapi, apalagi emang pakai gaya bahasa yang mudah dipahami jadi tambah encer deh kalo mau belajar... wkwkw

    BalasHapus
  11. wah mas gan.. kalo belum ngerti ilmunya gimana? soale dulu pernah kayak gitu ke tmn.. walaupun dikit sih.. waduh dosa nih :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya kalau belum tau enggak papa bang, asalkan bertobat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi maka Allah berikan ampunan, Sungguh ampunan Allah itu maha luas. :D

      Hapus
  12. Kalo saya pernah diajak tanam saham di sebuah bank, orang jawa bilangnya bank plecit. Itu dosa ndk ya gan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya tergantung mas, kita liat dulu akadnya, karena buat nentuin itu riba apa bagi hasil itu kan dari akadnya, nah bank plecit ini saya belum tau mas gimana akadnya.

      Hapus
  13. Balasan
    1. makasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat yah

      Hapus
  14. mending nabubg di bank syariah

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, pilih yang halal halal saja, jangan halal haram hantam yee

      Hapus
  15. wih nambah wawasan , jadi inget mapel IPS aja

    BalasHapus

About

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Akhmeeed Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger